Download

Pages - Menu

Senin, 22 Juli 2013

PERANAN CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP KESEHATAN TANAMAN


-          Cendawan endofit dapat melindungi tanaman inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkannya, berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh pathogen.
-          Kolonisasi cendawan endofit dapat meningkatkan senyawa fenol dalam inang, Senyawa fenol dapat menghambat patogen secara langsung atau dengan produk oksidasinya dan juga dengan meningkatkan perubahan metabolik kompleks seperti senyawa yang dapat membentuk barrier pertahanan.
-          Penggunaan cendawan endofit dari kelas Actinomycetes sebagai agen pengendali hayati mempunyai keuntungan yaitu kemampuannya untuk menghindari persaingan dengan sebagian besar mikroorganisme tanah dan rhizosfer karena cendawan dari kelas Actinomycetes ini hidup di dalam jaringan akar tanaman .
-          Mekanisme penghambatan cendawan endofit terhadap patogen dapat secara langsung dengan mekanisme antagonis dan secara tidak langsung dengan mekanisme ketahanan terinduksi. Perlindungan tanaman dengan ketahanan terinduksi didasarkan pada rangsangan mekanisme ketahanan oleh adanya perubahan metabolik yang memungkinkan tanaman untuk lebih mengefektifkan ketahanannya. Diperkirakan ketahanan terinduksi dapat berkembang apabila sel-sel tanaman mampu menghasilkan enzim-enzim baru yang mengaktifkan gen tanaman yang bertanggung jawab dalam mekanisme ketahanan tanaman tersebut.

PARACOCCUS DENITRIFICANS


1. Karakteristik Morfologi Paracoccus denitrificans
P31.jpg
Gambar 1: Bentuk Morfologi bakteri Paracoccus denitrificans
Paracoccus denitrificans adalah bakteri gram negatif berbentuk coccus.  Paracoccus denitrificans tinggal di dalam tanah baik lingkungan aerobik atau anaerobik. Mereka juga memiliki kemampuan untuk hidup dalam berbagai macam media termasuk C1 dan sulfur. Mereka bisa menggunakan sumber organik energi, seperti metanol atau metilamin, atau bertindak sebagai chemolithotrophs, menggunakan sumber energi anorganik dengan karbon dioksida sebagai sumber karbon mereka. denitrificans Paracoccus pertama kali mengisolasi pada tahun 1910 oleh Martinus Beijerinck, seorang ahli mikrobiologi Belanda, dan diberi nama Micrococcus denitrificans . Pada tahun 1969, DH Davis mengubah nama bakteri untuk nama yang sekarang karena penemuan bahwa bakteri yang terdapat banyak fitur diketahui berada di mitokondria. Ada kemungkinan bahwa Paracoccus denitrificans merupakan nenek moyang mitokondria eukariotik (Copeland at al,2007).
2.Karakteristik Fisiologi Paracoccus denitrificans
Genom Paracoccus denitrificans terdiri dari dua kromosom melingkar dan satu plasmid. Kromosom pertama memiliki 2.852.282 pasangan basa. Kromosom kedua memiliki 1.730.097 pasangan basa dan plasmid memiliki 653.815 pasangan basa. Plasmid mengkodekan protein 611 terkenal seperti deformilase Formyltetrahydrofolate dan TonB tergantung siderophore reseptor prekursor. Protein ini tidak penting untuk kelangsungan hidup bakteri, namun protein ditranskripsi dan diterjemahkan dari plasmid memungkinkan bakteri untuk melakukan banyak fungsi metabolik. Ini adalah apa yang memberi Paracoccus denitrificans fitur yang unik, seperti kemampuan untuk memetabolisme amonium menjadi gas nitrogen (Reinman at al,2007).
Paracoccus denitrificans hidup terutama dalam tanah. Mereka memproduksi oksida nitrat dan asam nitrat, yang menimbulkan kerusakan atmosfer. Mereka juga bertanggung jawab atas hilangnya pupuk nitrogen dalam tanah pertanian. Mereka melakukannya dengan seorang diri mengubah nitrat menjadi gas nitrogen.
Sel struktur Paracoccus denitrificans mirip dengan itu dalam mitokondria eukariotik. Ini adalah bakteri gram negatif dan karenanya memiliki semua sifat-sifat khas dari bakteri gram negatif. Ini termasuk membran ganda dengan dinding sel. Selama fase pertumbuhan eksponensial, hal ini terutama berbentuk batang, namun, sel-sel hampir bulat diamati ketika dalam fase diam. Mereka dapat memperoleh energi dari keduanya, seperti metanol dan metilamin, dan anorganik senyawa organik, seperti hidrogen dan sulfur. Sebuah fitur bakteri ini adalah kemampuannya untuk sendirian mengkonversi nitrat untuk dinitrogen dalam proses yang disebut denitrifikasi.
3. Karakteristik Biokimia Paracoccus denitrificans
Paracoccus adalah Genus biokimia serbaguna, dengan berbagai kemampuan degradatif beragam dan aplikasi potensial dalam bioremediasi. Strain telah diisolasi yang memanfaatkan tiosianat sebagai sumber energi, untuk kemungkinan bioremediasi limbah tiosianat terkontaminasi dari pabrik coke oven. Strain yang mendegradasi halobenzoates dalam kondisi denitrifikasi anaerobik, dan sulfonat menurunkan termasuk cysteate, taurin, 2-hydroxyethanesulfonate, sulfoacetate dan 3-aminopropanesulfonate dalam kondisi pertumbuhan anaerobik telah dijelaskan. Beberapa strain P. denitrificans telah diisolasi yang tumbuh chemolithoautotrophically menggunakan karbon disulfida atau karbonil sulfida sebagai sumber energi, dan strain telah diisolasi dari lumpur aktif yang mampu senyawa karbon kuaterner merendahkan seperti dimethylmalonate dalam kondisi denitrifikasi. Strain lain diisolasi dari lumpur aktif merusak berbagai amina alkohol di bawah kedua kondisi aerobik dan anaerobik. Beberapa strain mampu 'denitrifikasi aerobik', yang disimilasi lengkap nitrat ke dinitrogen (atau nitrous oksida) di bawah kondisi pertumbuhan aerobik. P. denitrificans juga memiliki kemampuan yang sangat tidak biasa untuk mengoksidasi amonia menjadi nitrit selama pertumbuhan pada sumber energi organik ('heterotrofik nitrifikasi'). Digabungkan ke denitrifikasi, nitrifikasi heterotrofik memungkinkan untuk transformasi lengkap amonia ke dinitrogen oleh organisme tunggal. Ketersediaan urutan genom dan selanjutnya kerja tindak lanjut akan kembali menyoroti kemampuan metabolisme beragam dan tidak biasa (Baker dkk, 1998).
4. Karakteristik Molekuler Paracoccus denitrificans
Menurut Timkovich and Dickerson (1976) dalam Anonim (2012), bakteri Paracoccus denitrificans secara molekuler memiliki struktur protein yang berbentuk struktur tersier. Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein. Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya.
Gambar 2: Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada bakteri Paracoccus denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).

Sabtu, 30 Maret 2013

PROSES PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI (Penyangraian)


Tugas Kelompok
Dasar-dasar Teknologi dan Mekanisasi Pertanian
PROSES PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI
 (Penyangraian)

Disusun oleh:
Kelompok 12
Ika Aspiana                           (G111 11 279)
Rosita Triandani                   (G111 11 278)
Nuraeni                                  (G111 11 274)
Hamdana                               (G111 11 281)
Andi Abd Alim Syam            (G111 11 282)


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
        2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
            Pengolahan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penanganan pascapanen. Pengolahan bertujuan untuk menangani dan memanipulasi suatu produk sehingga diperoleh mutu dan nilai tambah dibandingkan dengan mutu dan nilai dari bahan asal . Tanpa pengolahan pascapanen yang sesuai akan menimbulkan kerugian, apalagi jika produk pertanian tersebut merupakan produk hortikultura dimana memiliki sifat yang mudah rusak atau tidak tahan dalam penyimpanan jika tanpa pengolahan terlebih dahulu.
            Proses utama dalam pengolahan pangan antara lain pengolahan dengan suhu tinggi yaitu: pemanasan, perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, dan sebagianya, pencampuran dan pemurnian (secara kimiawi), pengawetan bahan pangan yaitu melalui pengawetan dengan suhu tinggi atau rendah, pengeringan pengawetan menggunakan bahan kimia, fermentasi dan sebagianya, pengolahan dengan mikrobiologi/enzimatik, pengolahan secar kimiawi, pengemasan dan penyimpanan, pengolhan pangan pabrikasi, dan transportasi dan distribusi.
            Pada makalah ini, akan dibahas salah satu proses utama dalam pengolahan pangan yaitu pengolahan dengan suhu tinggi dalam hal ini dengan cara penyangraian.  
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakng adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan penyangraian ?
2.      Bagaimanakah proses penyangraian ?
3.      Alat-alat apan sajakah yang digunakan dalam penyangraian ?


1.3.Tujuan dan kegunaan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui defenisi penyangraian, proses penyangraian dan alat-alat yang digunakan dalam penyangraian bahan pangan.
Adapun kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu bacaan untuk bahan diskusi kelompok dan juga sebagai tugas kelompok mata kuliah Dasar-Dasar Teknologi dan Mekanisasi Pertanian.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyangraian
Penyangraian menurut bahasa berasal dari kata sangrai yang artinya menggoreng tanpa minyak. Sehingga penyangraian dapat di artikan sebagai proses menggoreng bahan tanpa menggunakan minyak. Bahan yang diolah menggunakan penyangraian adalah biji kopi, kakao, dan biji kacang-kacangan. Menurut Mawaddah (2012) penyangraian adalah Definisi : proses pindah panas baik tanpa media maupun mengunakan pasir dengan tujuan  mendapatkan cita rasa tertentu. Contoh : penyangraian kerupuk, kopi, biji kakao, dan kacang.
Penyangraian kopi adalah proses yang tergantung waktu dan temperature, dimana senyawa-senyawa kimia di dalam kopi akan berubah dengan hilangnya massa kering kopi yang sebagian besar adalah karbondioksida dan gas-gas volatile lainnya sebagai produk dari pirolisis. Sekitar setengah dari karbondioksida yang dihasilkan akan tertahan dalam kopi yang telah disangrai bersama-sama dengan senyawa flavor penting yang bersifat volatile (Anonim, 2011).
2.2. Proses Penyangraian dan Alat yang Digunakan.
Pengolahan bahan pangan dengan cara penyangraian dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mesin. Penyangraian secara manual  menggunakan wajan baik yang terbuat dari besi maupun wajan yang terbentuk dari tanah. Proses penyangraian dengan menggunakan wajan yaitu terjadi perpindahan panas dari permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk ke bahan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan perubahan trmperatur tersebut disebut dengan panas sensible. Kondisi ini akan berakhir ketika keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan semakin meningkat sampai mendekati suhu penyangraian. Keadaan seperti ini diakibatkan oleh adanya panas latent penguapan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan massa air yang terkandung dalam bahan.
Gambar 2.1: Wajan sebagai alat penyangrai secara manual.
Penyangraian juga dapat dilakukan menggunakan mesin penyangrai. Salah satu alat penyangrai yang berbasiskan teknologi  adalah alat sangrai yang telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang dinamakan Roaster. Prinsip kerja Roaster ini adalah suatu silinder (tempat penyangrai) yang dipanaskan dengan kompor bertekanan minyak tanah (burner), dan diputar dengan motor listrik, setelah suhu ruang sangrai  siap untuk proses penyangraian, motor penghisap biji, akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, dan proses penyangraian berlangsung, kemudian setelah kopi matang, kopi akan jatuh ke alat pendingin (tempering). Pada alat pendingin ini terdapat motor untuk mengaduk kopi dan blower untuk menghisap suhu panas kopi.  Semua proses diatas berlangsung secara manual dengan cara menekan tombol ON/OFF pada panel kontrol untuk mengendalikan motor-motor pada alat tersebut
Pada tahun 2008, dilakukan sebuah penelitian merancang dan membuat kontrol  untuk motor-motor pada mesin sangrai, sehingga  motor-motor  tersebut dapat bekerja secara otomatis, berdasarkan timer dan sensor-sensor yang dipasang pada roaster. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mekatronika, Divisi Industri Hilir dan Rekayasa Alat-Mesin,  Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.










Gambar 2.2: Mesin penyangraian kopi.
Sistem kerja dari timer, sensor dan motor pada Roaster ini dikendalikan dengan Smart Relay Zelio Logic SR3 B261BD. Prinsip kerja disain kontrol ini adalah sebagai berikut: saat tombol start ditekan motor penggerak silinder akan berputar, pintu sangrai  dan tempering akan menutup secara otomatis, pada proses ini sensor suhu akan mendeteksi  suhu  ruang sangrai untuk proses penyangraian (±150˚C), jika kondisi tersebut terpenuhi, mesin penghisap biji kopi akan bekerja untuk memasukkan biji kopi ke dalam ruang penyangrai, setelah  proses ini selesai, timer untuk durasi penyangraian akan  bekerja, setelah timer mencapai set waktu yang ditentukan (proses penyangraian selesai) motor penggerak akan membuka tutup sangrai, dan biji kopi akan jatuh ke tempat pendingin (tempering), pada waktu yang bersamaan dengan bekerjanya motor penggerak pintu sangrai, motor pemutar alat pengaduk biji kopi dan blower akan berkerja, proses ini akan terus berlangsung sampai pada suhu biji kopi yang sudah ditentukan(± 30˚C). Selanjutnya  sensor suhu pada tempering akan memerintahkan smart relay untuk mengerakkan motor pembuka tutup tempering, sehingga biji kopi jatuh ke tempat yang sudah disediakan. Setelah proses ini selesai  sistem akan berhenti. Selama proses berlangsung, sistem kerja sensor-sensor  dan motor-motor pada Roaster dapat dimonitoring melalui computer (Pristianto,2008)


2.3. Penyangraian Kopi.
            Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji kopi. Apabila kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, specific grafity, tekstur, kadar air, dan struktur kimia, maka proses penyangraian relative lebih mudah untuk dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi memiliki perbedaan yang sangat besar, sehingga proses penyangraian merupakan seni dan memerlukan keterampilan dalam mengolahnya.
            Proses penyangraian dilakukan dengan mengunakan suhu tinggi. Biji kopi disangrai pada suhu 180- 240 derajat Celcuis, biasanya memrlukan waktu 15-20 menit. Selama penyangraian biji kopi diaduk agar uap air cepat terbawa kelua dan panas terdistribusi secara seragam serta keseluruhan. Ketika penyangraioan selesai maka biji kopi harus segera dikeluarkan dari mesin dan didinginkan secara cepat.
Menurut Ciptati dan Nasuiton (1981) dalam  Sari (2001), selama proses penyangraian terjadi pengurangan bobot hingga 16 %. Dua tahap yang terpenting didalam proses penyangraian adalah tahap penguapan air pada suhu 100 derajat Celsius dan tahap pyrolitas pada sushu 180 derajat Celsius. Pada pyrolisis ini terjadi berbagai perubahan komposisi kimia dan terjadi pengurangan bobot sebanyak 10 %. Tingkat perubahan makin meningkat sejalan dengan peningkatan suhu penyangraian. Perubahan-perubahan yang terjadi selama proses penyangraian secara rinci adalah sebagai berikut:
a.       Perubahan Sifat Fisik Biji Kopi
Perubahan sifat fisik terdiri dari perubahan kadar air, tekstur (kekerasan), dan warna.
-          Perubahan kadar air.
Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan selama proses penyangraian berlangsung terjadi perpindahan panas dari media penyangraian ke bahan dann juga perpindahan massa air. Panas yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan. Perubahan massa air ini terjadi ketika kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh, sehingga menyebabkan air yang terkandung dalam bahan berubah dari fase cair menjadi uap. Perubahan kadar air yang terjadi selama penyangraian mengakibatkan terjadinya prubahan berat kopi hasil penyangraian. Perubahan berat tersebut sebanding dengan perubahan kadar airnya.
Sivetz dan Foote (1973) dalam Joko Nugroho dkk (2009) menyatakan bahwa pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun cepat pada awal penyangraian dan kemudian akan berlangsung relative lambat pada akhir penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi) didalam jaringan sel biji kopi. Makin rendah kandungan air dalam biji kopi, kecepatan penguapan menurun karena posisi molekul air terleetak makin jauh dari permukaan biji.
-          Perubahan Tekstur
Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji kopi dan variasi suhu serta waktu/lama penyangraian. Semakin tinggi suhu maka kekerasan biji kopi akan semakin kecil. Dimana suhu mempengaruhi laju penguapan kadar air dalam biji yag selanjutnya kan berpengaruh pula terhadap laju perubahan kekerasan biji. Ketika suhu lebih tinggi, kadar air bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi menjadi empuk (Nugroho dkk,2009).
-          Perubahan Warna
Warna suatu komoditi hasil pertanian ditentukan oleh pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia. Pigemn sangat peka terhadap pengaruh kimia dan fisik selama pengolahan terutaman panas. Perubahan warna menjadi coklat tua disebabkan karena karamelisasi gula menjadi warna cokelat tua. Selain itu perubahan warna dapat ditimbulkan dari reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein yang dikenal sebagai reaksi pencoklatan non-enzimatik atau reaksi Maillard (Sari, 2001).
Gambar 2.3: Perubahan warna sebelum dan sesudah penyangraian
Menurut Joko Nugroho (2009), pada penyangraian dengan suhu tinggi sekitar 200 dan 220 derajat Celsius menyebabkan terjadinya perubahan warna biji kopi menjadi kecoklatan dan makin gelap. Hal ini terjadi karena adanya reaksi Maillard yang mengakibatkan munculnya senyawa bergugus karbonis (gugus reduksi) dan bergugus amini. Reaksi Maillard adalah reaksi browning non-enzimatik yang menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul tinggi. Ketidakseragaman warna biji kopi sebelum penyangraian warna yang diperoleh tidak seragam. Hal ini mengakibatkan tingkat pencerahan (lightness) yang diperoleh tidak stabil. Namun secara umum data yang diperoleh dapat menggambarkan adanya perubahan warna kecerahan padda biji kopi selama penyangraian.
b.      Perubahan Sifat Kimia Biji Kopi
Perubahan sifat kimia biji kopi berkaitan dengan rasa kopi. Rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi senyawa seperti: karbohidrat, alkaloid, asam klorogenat, senyawa volatile dan trigonellin. Pada penyngraian terjadi banyak kehilangan (losses) akibat terdegredasi. Karbohidrat terdegredasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhanayang menghasilkan rasa manis. Alkaloid yaitu kafein yang mengalami sublimasi kafeol. Kafein meiliki rasa pahit yang kuat selain assam klorogenat dan trigonellin. Kafein memberikan kontribusi sebanyak 10 % dalam pembentukan rasa pahit. Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50 % selama penyangraian dan akan hilang pada derajat penyangraian “heavy roast”. Sedangkan trigonellin hanya 15 % terdekomposisi untuk setiap penyangraian. Pembentukan senyawa folatil terjadi pada menit-menit terakhir penyangraian. Pembentukan senyawa volatile terjadi pada tahap pyrolisis. Phyrolisis terjadi pada suhu 200 derajat Celsius (Sari, 2001).
Menurut Ciptati dan Nasution (1981) dalam Sari (2001) menyatakan pembentukan senyawa volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses penyangraian, yaitu tenrjadinya phyrolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam struktur sel biji. Selama proses phyrolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat, dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida, dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfida, dan lain-lain.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan  pembahadan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Penyangraian adalah pengolahan pangan dengan suhu tinggi tanpa menggunakan minyak.
2.      Proses penyangraian dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan  mesin, penyangraian secara manual menggunakan wajan dan dapat juga menggunakan mesin berbasis teknologi yang disebut roaster.  
3.      Penyangraian kopi menyebabkan tejadinya sifat fisik dan kimia pada biji kopi. Perubahan sifat fisik diantaranya adalah perubahan kadar air, tekstur, dan warna, sedangkan sifat kimia yang berubah selama penynagraian adalah kandungan bahan yang ada dalam biji kopi.
3.2.Saran
Sebaiknya ketika melakukan pengolahan dengan penyangraian yang harus dijaga adalah keseimbangan suhu.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Joko., Julianty Lumbanbatu., Sri Rahayoe., 2009. Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian: Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian, Terhadap Sifat Fisik-Mekanis Biji Kopi Robusta.Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA. Mataran 
Pristianto, Eko Joni, 2008. Otomatisasi Sistem Mesin Sangrai (Roaster) Berbasis Smart Relay Zelio Logic SR3 B261BD di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia”.  Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Jember.
Sari, Lusi Intan., 2001. Skripsi: Mempelajari Proses Pengolahan Biji Kopi Bubuk Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan Tekanan Rendah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.